Tiga tahun berada di Jakarta, entah mengapa aku selalu merasa tidak tenang karena belum pernah sama sekali menginjakkan kaki di Kepulauan Seribu. Berbagai macam paket tur yang setiap minggunya di tawarkan selalu menggoda iman untuk diikuti tapi selalu saja gagal pergi karena jadwal yang tidak cocok atau tidak adanya keberanian untuk ke sana sendiri, karena susah sekali mencari teman yang memiliki kecocokan jadwal, kecocokan budget, dan keinginan yang sama dengan saya untuk menikmati pulau seribu.
Namun, saat UAS kemarin temanku yang berasal dari Korea Selatan yang bernama Gully mengajakku untuk pergi ke Pulau Seribu setelah UAS nanti. Yap, akhirnya ada juga yang mengajakku untuk pergi kesana, selama ini selalu aku yang mengajak dan tidak seorangpun yang berminat untuk kesana :( mungkin mereka punya prefensi yang berbeda-beda. Aku dan Gully akhirnya memutuskan untuk pergi tanggal 24-25 Desember 2015 karena sampai tanggal 23 Desember Gully masih menjalani ujian. Saat itu aku sedikit pesimis untuk mendapatkan travel agent ke kepulauan seribu pada tanggal tersebut, karena rata-rata travel pada saat itu mengadakan open trip ke Kepulauan Seribu pada tanggal 25-26 Desember 2014, karena tanggal 26 adalah libur paska natal. Namun, aku tetap mencoba mencari di web, namun tidak juga ketemu. Lalu iseng-iseng aku search di instagram dengan menggunakan hastag #pulauseribu dan #pulaupari dan akhirnya dapat! Travel tersebut menawarkan open trip pada tanggal 24-25 Desember 2015 ke Pulau Pari dengan biaya yang menurutku tergolong murah jika dibandingkan dengan yang ditawarkan oleh travel lainnya.
Sebenarnya aku tidak terlalu berharap banyak dengan keindahan yang ditawarkan di Pulau Pari, keinginanku yang menggebu-gebu untuk ke sana lebih karena rasa penasaran, bagaimana sebenarnya bentuk dari Kepulauan Seribu itu, bagaimana bentuk dari Pulau Pari sebenarnya. Karena sebelumnya aku beberapa kali searching menganai Kepulauan Seribu dan mendapatkan beberapa artikel yang mengatakan bahwa Kepulauan Seribu kini telah tercemar, kotor, dan lain-lain. Hal tersebut sangat kontras dengan foto-foto yang aku peroleh jika mengetik Kepulauan Seribu atau Pulau Pari di Google Image. Di sana penuh dengan foto-foto pulau pulau yang lautnya bersih dan berwarna biru tua, muda, dan toska. Sangat indah. Namun aku tidak mau percaya begitu saja dengan apa yang disajikan di gambar, karena seringkali apa yang digambarkan di internet tidak sesuai dengan kenyataan.
Tanpa berpikir panjang akhirnya kami menggunakan jasa
travel yang ditawarkan pada kami karena sesuai dengan tanggal yang kami inginkan. Pada hari H kami harus sampai di Pelabuhan Muara Angke pada jam 6 subuh, setelah tanya sana tanya sini dan
searching di internet ternyata sangat memungkinkan untuk sampai di Muara Angke pukul 06.00 jika naik kereta pertama dari Stasiun UI yaitu pukul 04.45. Awalnya malamnya aku ingin menginap di apartemen Gully agar bisa ke stasiun UI bersama, namun karena malamnya Gully ada acara perpisahan dengan mahasiswa Korea maka aku tidak jadi menginap dan kami memutuskan untuk langsung bertemu di stasiun UI pukul 04.00. Tapi ternyata saya ketiduran dan baru bangun jam 04.00, dan parahnya Gully sudah berada di Stasiun UI (duh, orang luar memang sangat tepat waktu ya -_-) Akhirnya pukul 04.50 barulah saya sampai di stasiun, hmm kami ketinggalan kereta pertama. Setelah bilang ke pihak travelnya bahwa kemungkinan kami terlambat, akhirnya dia bilang bahwa toleransi keterlambatan samapai pukul 07.00, aku langsung tarik nafas panjang. Alhamdulillah.
|
Kondisi KRL di pagi hari |
Saat masuk ke kereta,
as always karena hari itu hari kerja, kereta sudah penuh walaupun masih subuh. Tapi alhamdullillah tidak sampai desak-desakan. Dan setelah melewati stasiun Cawang kereta langsung sepi dan kami akhirnya dapat tempat duduk, setelah dapat tempat duduk, aku dan Gully langsung tertidur karena kami masih sangat mengantuk. Setelah hampir 1 jam di dalam kereta, akhirnya kami sampai di stasiun tujuan akhir yaitu stasiun Kota. Saat saya melihat jam ternyata sudah jam 6 lewat, akhirnya kami dengan langkah cepat pergi ke seberang stasiun, tepatnya di depan museum Mandiri dan naik taksi dari sana menuju ke Muara Angke. Ternyata dari Stasiun Kota ke Muara Angke tidaklah begitu jauh, dengan Taksi kami hanya perlu membayar Rp 30.000,-/2 berarti perorang cuma bayar Rp 15.000 yah jauh lebih murah naik angkot memang, tapi kalau naik angkot pasti memerlukan waktu yang lama. Oh ya ternyata taksinya gak mau masuk sampai ke dalam pelabuhan karena katanya macet. Kami disarankan naik ojek atau odong-odong, sst bukan odong-odong untuk anak-anak yaaa yang biasanya diiringi sama musik anak-anak hahah.
|
Walaupun bete, tetep selfie ya hehe |
Saat masuk gerbang Muara Angke kami langsung ditawari untuk naik odong-odong biayanya Rp 5.000,- kendaraan ini seperti delman bedanya kalau delman menggunakan kuda sebagai penggeraknya, nah kalau odong-odong pake motor. Ternyata odong-odongnya ngetem dulu, lamaaa banget. Gully udah gelisah banget takut ketinggalan kapal, aku lebih gelisah lagi. Setelah menunggu hampir 15 menit akhirnya odong-odongnya jalan. Dan saat itu sudah pukul 07.00. WOW! Aku langsung buru-buru menelpon pihak travelnya dan mereka mengatakan tinggal aku dan Gully yang belum datang, rombongan yang lain sudah berkumpul. Jadi intinya mereka menunggu kami, sambil terus melihat jam dan dag dig dug setengah mati tak lama akhirnya kami sampai di depan pom bensin Muara Angke, tempat dimana menjadi
meeting point dengan pihak travelnya. Oh ya sebenarnya dalam perjalanan dari gerbang menuju pom bensin kami harus melewati pasar ikan Muara Angke, aromanya jangan ditanya lagi, sangat busuk dan saat itu pasar digenangi oleh air yang warnanya bukan lagi coklat tapi hitam, luar biasa, pagi-pagi sudah disuguhi pemandangan seperti itu.
|
Melewati Pasar Muara Angke |
|
di beberapa tempat yang kami lewati, airnya ada yang lebih gelap dari ini |
Setelah bertemu dengan pihak travel yang bernama kak Dirga, kami akhirnya naik kapal. Kapal yang kami tumpangi adalah kapal kayu, besar, sehingga muatannya
banyak. Di atas kapal kami duduk lesehan, tidak ada kursi. Di pelabuhan Muara angke banyak sekali kapal yang sejenis bersandar, pemandangan yang sangat bagus. Sayangnya saya gagal mengambil foto yang bagus. Sedangkan air laut di pelabuhan Muara Angke tidak bisa lagi dibayangkan, airnya benar-benar hitam pekat, sangat kotor. Gully sampai bilang, "Aulia, sepertinya airnya menggiurkan, sangat mirip dengan kopi." Saya akhirnya menjadi sedikit ragu apakah Kepulauan Seribu airnya masih jernih? Apakah tidak kotor seperti kondisi air di Muara Angke ini?
|
Gully sedang sibuk mengambil beberapa foto (liat dong warna airnya di bawah) |
Di atas kapal aku dan Gully tidak bisa duduk tenang karena kami begitu bersemangat untuk mengambil beberapa foto. Untuk sampai ke Pulau Pari, dibutuhkan perjalanan selama 2 jam. Namun 2 jam benar-benar tidak terasa karena selama perjalanan kami disuguhi oleh pemandangan yang luar biasa. Lautan yang luas, melewati beberapa pulau, dan melihat sepasang lumba-lumba yang melompat ke permukaan. Setelah sekitar 2 jam kalau tidak salah akhirnya kami sampai di Pulau Pari. Yeay akhirnya ke Pulau Pari setelah 3 tahun, haha.
|
Dalam perjalanan kami juga melewati beberapa pulau |
|
Merapat di dermaga Pulau Pari, sangat kontras dengan kondisi di Muara Angke (no filter) |
Keindahan pulau ini benar-benar di luar dugaanku, warna airnya sangat kontras dengan warna air di Muara Angke yang sebelumnya saya lihat. Senangnya luar biasa!
Terima kasih Gully telah mengajak ke Pulau Pari :)
Tunggu lanjutan cerita selama di Pulau Pari ya!
wow keren banget, kapan-kapan pingin kesini kalo ada waktu :)
BalasHapuspaket wisata lombok
tour lombok
paket wisata lombok
paket tour lombok
mutiara lombok
harga mutiara
mutiara lombok
harga mutiara
paket wisata lombok
lombok tour
mutiara lombok
harga mutiara
perhiasan mutiara
jual mutiara
mutiara lombok
kalo dari gerbang muara angke jalan kaki ke dramaganya jauh ga ya? utk penghematan hehe
BalasHapusBisa,jalan kaki sekitar 15 menit.menurutku enakan naik ojeg bayar 10rb cepat n praktis..
Hapus